Waktu Sholat untuk daerah Surabaya dan sekitarnya

Selasa, 06 April 2010

Maafkan aku Ayah...

Sahabat Hikmah
Mungkin ini bukan KATA-KATA HIKMAH, tetapi CERITA HIKMAH
Layak sebagai renungan ...:

Sepasang suami isteri - seperti pasangan lain di kota-kota besar meninggalkan anak-anak diasuh pembantu rumah sewaktu bekerja. Anak tunggal pasangan ini, perempuan cantik berusia tiga setengah tahun. Sendirian ia di rumah dan kerap kali dibiarkan pembantunya karena sibuk bekerja di dapur. Bermainlah dia bersama ayun-ayunan di atas buaian yang
dibeli ayahnya, ataupun memetik bunga dan lain-lain di halaman rumahnya.

Suatu hari dia melihat sebatang paku karat. Dan ia pun mencoret lantai tempat mobil ayahnya diparkirkan, tetapi karena lantainya terbuat dari marmer maka coretan tidak kelihatan. Dicobanya lagi pada mobil baru ayahnya. Ya... karena mobil itu bewarna gelap, maka coretannya tampakjelas. Apalagi anak-anak ini pun membuat coretan sesuai dengan
kreativitasnya.

Hari itu ayah dan ibunya bermotor ke tempat kerja karena ingin menghindari macet. Setelah sebelah kanan mobil sudah penuh coretan maka ia beralih ke sebelah kiri mobil. Dibuatnya gambar ibu dan ayahnya, gambarnya sendiri, lukisan ayam, kucing dan lain sebagainya mengikut imaginasinya. Kejadian itu berlangsung tanpa disadari oleh si pembantu
rumah.

Saat pulang petang, terkejutlah pasangan suami istri itu melihat mobil yang baru setahun dibeli dengan bayaran angsuran yang masih lama lunasnya. Si bapak yang belum lagi masuk ke rumah ini pun terus menjerit, "Kerjaan siapa ini !!!" .... Pembantu rumah yang tersentak dengan jeritan itu berlari keluar.. Dia juga beristighfar. Mukanya merah
padam ketakutan lebih2 melihat wajah bengis tuannya. Sekali lagi diajukan pertanyaan keras kepadanya, dia terus mengatakan ' Saya tidak tahu..tuan." "Kamu dirumah sepanjang hari, apa saja yg kau lakukan?" hardik si isteri lagi.

Si anak yang mendengar suara ayahnya, tiba-tiba berlari keluar dari kamarnya. Dengan penuh manja dia berkata "DIta yg membuat gambar itu ayahhh.. cantik ... kan !" katanya sambil memeluk ayahnya sambil bermanja seperti biasa.. Si ayah yang sudah hilang kesabaran mengambil sebatang ranting kecil dari pohon di depan rumahnya, terus dipukulkannya berkali2 ke telapak tangan anaknya. Si anak yang tak mengerti apa apa
menagis kesakitan, pedih sekaligus ketakutan. Puas memukul telapak tangan, si ayah memukul pula belakang tangan anaknya.


Sedangkan Si ibu cuma mendiamkan saja, seolah merestui dan merasa puas dengan hukuman yang dikenakan. Pembantu rumah terbengong, tdk tahu hrs berbuat apa... Si ayah cukup lama memukul-mukul tangan kanan dan kemudian ganti tangan kiri anaknya. Setelah si ayah masuk ke rumah diikuti si ibu, pembantu rumah tersebut menggendong anak kecil itu, membawanya ke kamar.

Dia terperanjat melihat telapak tangan dan belakang tangan si anak kecil luka2 dan berdarah. Pembantu rumah memandikan anak kecil itu. Sambil menyiramnya dengan air, dia ikut menangis. Anak kecil itu juga menjerit-jerit menahan pedih saat luka2nya itu terkena air.. Lalu si pembantu rumah menidurkan anak kecil itu.. Si ayah sengaja membiarkan
anak itu tidur bersama pembantu rumah. Keesokkan harinya, kedua belah
angan si anak bengkak. Pembantu rumah mengadu ke majikannya. "Oleskan obat saja!" jawab bapak si anak.

Pulang dari kerja, dia tidak memperhatikan anak kecil itu yang menghabiskan waktu di kamar pembantu. Si ayah konon mau memberi pelajaran pada anaknya. Tiga hari berlalu, si ayah tidak pernah menjenguk anaknya sementara si ibu juga begitu, meski setiap hari
bertanya kepada pembantu rumah. "Dita demam, Bu"...jawab pembantunyaringkas. "Kasih minum panadol aja ," jawab si ibu. Sebelum si ibu masuk kamar tidur dia menjenguk kamar pembantunya. Saat dilihat anaknya Dita dalam pelukan pembantu rumah, dia menutup lagi pintu kamar pembantunya.

Masuk hari keempat, pembantu rumah memberitahukan tuannya bahwa suhubadan Dita terlalu panas. "Sore nanti kita bawa ke klinik.. Pukul 5.00 sudah siap" kata majikannya itu. Sampai saatnya si anak yang sudah lemah dibawa ke klinik. Dokter mengarahkan agar ia dibawa ke rumah sakit karena keadaannya susah serius. Setelah beberapa hari di rawat inap dokter memanggil bapak dan ibu anak itu. "Tidak ada pilihan.." kata dokter tersebut yang mengusulkan agar kedua tangan anak itu dipotong karena sakitnya sudah terlalu parah dan infeksi akut..."Ini sudah bernanah, demi menyelamatkan nyawanya maka kedua tangannya harus dipotong dari siku ke bawah" kata dokter itu. Si bapak dan ibubagaikan terkena halilintar mendengar kata-kata itu. Terasa duniaberhenti berputar, tapi apa yg dapat dikatakan lagi.


Si ibu meraung merangkul si anak. Dengan berat hati dan lelehan air mata isterinya, si ayah bergetar tangannya menandatangani surat persetujuan pembedahan. Keluar dari ruang bedah, selepas obat bius yang disuntikkan habis, si anak menangis kesakitan. Dia juga keheranan melihat kedua tangannya berbalut kasa putih. Ditatapnya muka ayah dan ibunya. Kemudian ke wajah pembantu rumah. Dia mengerutkan dahi melihat mereka semua menangis. Dalam siksaan menahan sakit, si anak bersuara dalam linangan air mata. "Ayah.. ibu... Dita tidak akan melakukannya lagi.... Dita tak mau lagi ayah pukul. Dita tak mau jahat lagi... Dita sayang ayah.. sayang ibu.", katanya berulang kali membuatkan si ibu gagal menahan rasa sedihnya. "Dita juga sayang Mbok Narti.." katanya memandang wajah
pembantu rumah, sekaligus membuat wanita itu meraung histeris.

"Ayah.. kembalikan tangan Dita. Untuk apa diambil.. Dita janji tidak akan mengulanginya lagi! Bagaimana caranya Dita mau makan nanti?... Bagaimana Dita mau bermain nanti?.... Dita janji tdk akan mencoret2 mobil lagi, " katanya berulang-ulang. Serasa hancur hati si ibu
mendengar kata-kata anaknya. Meraung2 dia sekuat hati namun takdir yang sudah terjadi tiada manusia dapat menahannya. Nasi sudah jadi bubur. Pada akhirnya si anak cantik itu meneruskan hidupnya tanpa kedua tangan dan ia masih belum mengerti mengapa tangannya tetap harus dipotong meski sudah minta maaf...

Tahun demi tahun kedua orang tua tsb menahan kepedihan dan kehancuran bathin sampai suatu saat Sang ayah tak kuat lagi menahan kepedihannya dan wafat diiringi tangis penyesalannya yg tak bertepi..., Namun...., si Anak dengan segala keterbatasan dan kekurangannya tsb tetap hidup tegar bahkan sangat sayang dan selalu merindukan ayahnya.

Hikmahnya:

Pertama, KEMARAHAN adalah karena NAFSU dan ajakan SYAITHAN,
PENYESALAN yang akan didapat kalau kita menurutinya.

Maka janganlah sekali-kali mengambil keputusan dalam keadaan MARAH .
Dan biasakan kita untuk MEMAAFKAN orang lain...

Hal ini dalam apapun, termasuk dalam hubungan suami istri, pemerintahan, poliktik dan sebagainya.

Firman Allah..Surat Ali Imran:
133. Dan bersegeralah kamu kepada AMPUNAN dari Tuhanmu dan kepada SURGA yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang BERTAKWA,
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang MENAHAN AMARAHNYA dan MEMAAFKAN (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Yang kedua, janganlah terlalu MENCINTAI HARTA secara berlebihan,
hal ini akan MEMBUTAKAN HATIi...

"JADIKANLAH HARTA ITU DI DALAM GENGGAMAN TANGANMU, BUKAN DI DALAM HATIMU"

Wassalam

DIA adalah DIA

Tanpa lisan meminta pun
Tak jarang Dia memberi apa yang dibutuhkan

Tanpa lisan berterimakasih pun
Dia masih tetap memberi

Mestinya, karunia setetes air pun
Sudah cukup tuk sadarkan diri

Lalu mengapa......
Tetesan-tetesan yang menggenang itu
Malah menyuburkan kesombongan diri?

Aku sering lupa berdoa
Tapi Allah memberi juga

Aku serig lupa memberi sesama
Tapi Allah tetap memberiku seperti seorang ibu

Aku pernah berpikir
(ampuni aku Allah)
Seandainya aku adalah Dia
Akankah kumaafkan kelakuanku dengan mudah?
Sepertinya tidak

Itulah mengapa
Dia adalah Dia dan aku adalah aku

(Sentuhan Kalbu melalui Kultum, Ir. Permadi Alibasyah)

Anda adalah Anda

Jika ada satu teori yang sangat saya mutlakkan kebenarannya, adalah premis dari Rasulullah SAW, bahwa MUSUH TERBESAR MANUSIA ADALAH DIRINYA SENDRI.

Karena hanya diri saya sendiri, hanya mengatakan bahwa saya tidak pantas mendapatkan perlakuan yang baik dari kekasih saya.

Karena hanya diri saya sendiri yang terus mencari-cari saat, kapan kekasih saya akan menyakiti, lalu ia akan berkata, “Nah! Apa saya bilang.”

Karena hanya diri saya sendiri, yang menghujat terus menghujat kegagalan saya mencapai target pekerjaan hari ini.

Karena hanya diri saya sendiri, yang berteriak kencang bahwa saya tidak akan pernah menjadi istri yang baik.

Karena hanya diri saya sendiri, yang tak berhenti memarahi saya sebab tak juga mencapai ekspektasi profesi yang direncanakan.

Karena hanya diri saya sendiri, yang memaki-maki bahwa seumur hidup, saya tidak akan menjadi ibu yang penyayang dan tidak akan ada keluarga yang hangat untuk saya.

Karena hanya diri saya sendiri, yang menyatakan bahwa hidup saya akan dihabiskan secara ironis dengan melupakan impian dan secara heroik akan mengorbankan diri untuk kepentingan orang lain.

Karena hanya diri saya sendiri, yang terang-terang meledek bahwa sikap kaku dan dingin saya sifatnya permanen.

Karena hanya diri saya sendiri, yang menguak kembali satu persatu alasan mengapa saya pantas dikhianati.

Karena hanya diri saya sendiri, yang bisa mengemukakan dengan begitu seringnya penjelasan-penjelasan logis dan rasional yang akan bulat-bulat saya telan, dan percaya pada semua hal diatas.

Tapi di satu titik ada rasa marah dan muak yang luar biasa terhadap setan di kepala, dan saya sadar semuanya hanya masalah frekuensi.

Penjelasan rasional dan logis tidak selalu tunggal. Di kala ada penjelasan negatif, ada juga penjelasan positif. Mata uang selalu punya dua sisi.

Di kala saya bilang saya tidak akan punya keluarga yang hangat karena saya dibesarkan dalam keluarga yang dingin, sebenarnya saya bisa menjawab, ”Setiap orang punya kesempatan untuk merubah hidupnya.”

Di kala saya bilang saya tidak akan menjadi ibu yang baik dan keluarga yang hangat hanya ilusi, sebenarnya saya bisa melawan, ”Mengapa tidak bisa? Saya bisa belajar bersikap hangat, belajar memasak, belajar mengurus anak, belajar caranya belanja. Bukankah yang terpenting adalah memandang masa depan dengan solusi, bukannya meratapi masa lalu?”

Dan di kala saya bilang saya tidak pantas mendapat perlakuan sebaik ini dari kekasih saya, sebenarnya saya bisa dengan lantang berkata, ”Salah besar. Saya pantas. Karena saya memang berharga.”

Stephen J.Losier, Stephen Covey, Rhonda Byrne, Karim Hajee, Erbe Sentanu dan Rasulullah – yang sudah mendahului mereka semua dalam berteori – berkata benar bahwa karakter adalah masalah habit (kebiasaan). Kebiasaan mengulang pikiran negatif, akan menghasilkan karakter serupa. Sejalan dengan itu, kebiasaan mengulang pikiran positif, akan menghasilkan karakter yang optimis.
(Dari sebuah milis)